Assalamualaikum wr. wb.
ini ceritaku dan bukan sebatas fiktif, tetapi cerita nyata yang dulu pernah aku alami.
aku hanya ingin berbagi kisahku dengan kalian.
Penantian semu
Sudah...cepetan gih
kamu sms dia, itu kata temanku yang memintaku kembali sms dia, ya dia itu cowok
yang aku suka selama empat tahun lalu. Sempat mikir buat apa aku sms dia, toh
mungkin dia acuhin, tapi ya tetap aja aku sms aku tanyakan bagaimana kabarnya
sekarang setelah itu aku off karena takut menerima kenyataan dia pasti tak akan
balas pesanku ini.
Besoknya aku
kembali oll dan ternyata dia balas pesanku, hati ini rasanya senang luar biasa.
Aku sampai lompat-lompat depan kelas saking bahagianya. Namun, setelah beberapa
kali sms’an, dia tidak lagi membalas pesanku, rasanya nyesak ini dada.
Seketika
aku sadar tak ada gunanya lagi aku mengharapkan dia, mengapa aku ikuti saja
kemauan temanku untuk menghubunginya lagi dan kembali berharap dia menyukaiku
barangkali sekedar menganggap aku teman seperti dahulu, tapi dia bukan cowok
yang aku kenal dulu lagi. Sekarang dia sudah berubah menjadi sosok yang tidak
aku kenal lagi yang tidak menganggap aku sebagai teman lagi dan yang mungkin
sudah bosan mengenalku. Apalah itu aku sudah tidak peduli.
Jujur ya dulu aku
tidak ada sama sekali rasa suka bahkan cinta sama dia, GAK ADA. Semenjak mereka
aja tiba-tiba rasa itu mulai tumbuh dan semakin hari semakin besar dan sekarang
Cuma dia yang ada dipikiranku..argghhh aku benci dengan semua ini.
Ingin marah, teriak
sama keadaan, mengapa aku harus menyukai dia? Atau kenapa mereka tega bikin
celotehan itu sehingga menyebabkan aku tidak bisa dekat lagi dengan dia seperti
dulu? Apa salah aku sampai mereka setega itu? Aku tau mereka hanya bercanda
tapi sadar nggak canda’an mereka nggak lucu tau dan menyebabkan hatiku terluka
seperti sekarang. Luka yang sangat dalam susah untuk diobati.
Andai celotehan itu
tidak ada, mungkin aku tidak akan menyukai dia dan mungkin rasa sakit ini juga
tidak akan pernah ada. Namun, terkadang aku sadar inikah yang disebut dengan
takdir?mungkin.
Sedari dulu aku
ingin jujur sama dia dan mengatakan aku menyukainya, tapi takut ini terlalu
kuat dan membuatku tidak pernah mengatakan semua rasa ini. Aku takut dia
menolakku, aku takut dia semakin menjauh dariku, aku takut dia tidak membalas
sms aku lagi. AKU TAKUT.
Kami memang tidak
pernah bertegur sapa disekolah, tapi paling tidak aku masih bisa sms’an
dengannya, itu sudah cukup, sekedar melepas rasa gundah ini. Aku senang bisa
sms’an dengan dia entah apa yang kami bicarakan, bahkan walaupun terkadang
hanya membahas seputar pelajaran sekolah. ITU SUDAH CUKUP.
Mungkin baginya aku
hanya teman, tapi bagiku dia bukan sebatas teman tapi penyemangatku untuk terus
belajar dan berprestasi disekolah, aku ingin membuat dia bangga terhadapku.
Namun, apa yang aku lakukan sepertinya percuma dimata dia. Bahkan kata
‘’selamat’ pun tidak pernah aku dengar dari mulut dia untukku, sedih rasanya.
Padahal setiap dia
melakukan sesuatu dan setiap dia dapat juara, aku pasti mengucapkan selamat dan
aku sangat bangga kepadanya. Meski hanya ucapan terima kasih yang aku dapatkan,
itu sudah lebih dari sekedar kata cukup. Aku terlalu bangga dan terlalu
menyukainya, meski aku tau dia tidak pernah menyukaiku.
Hari itu, ya hari
ketika dia mengikuti lomba dan bukan keberuntungannya dia hanya dua besar, itu
yang aku dengar dari temanku, haha. Aku berkata sudah sewajarnya dia kalah dan
sebagianya meski aku tau kata-kata itu tidak setulusnya keluar dari hatiku,
sejujurnya aku sangat bangga dengannya. Aku bangga temanku yang dulu pendiam
sekarang jadi aktif mengikuti berbagai lomba. Selamat ya.
Prestasinya semakin
banyak, aku makin bangga dengan dia, sampai ketika dia terjatuh dan terluka.
Aku kaget dan merasa sedih, berharap luka itu cepat sembuh. Ketika aku lihat
dia bersama teman-temannya, mereka bercanda. Aku merasa lega mungkin luka itu
akan segera sembuh.
Sampai ketika aku
dengar dari temanku kalau dia menyukai salah satu cewek dikelas sebelah. Hati
ini hancur sakiiit rasanya. Mereka memang dekat bahkan sangat dekat, dia yang
aku tau dulu tidak pernah keluar malam sekarang selalu keluar malam kerumah
cewek itu. Kata teman-temanku dia ‘apel’ kerumah cewek itu setiap malam minggu,
astagfirullah rasanya remu ini hati. Mengapa dia berubah secepat itu? Mengapa
sekarang dia menjauhiku?
Aku sadar aku yang
duluan menjauhinya dan cuek dengannya, tapi aku ingin sekali kembali dekat
dengannya, atau sekedar berbalas senyum dengan dia. ITU SAJA.
Semakin lama dia
semakin cuek dan mungkin melupakanku, bahkan melihatku saja dia tidak pernah.
Padahal aku selalu mencoba memperhatikannya dari kejauhan. Saat aku terkena
masalah, dia sama sekali tidak peduli bahkan dia tinggal pulang begitu saja.
Menatapku saja dia tidak mau, apakah aku sehina itu dihadapannya?
Aku tau aku salah,
tapi dalam masalah itu tak sepenuhnya salahku. Aku hanya salah ketika aku tidak
menegur dia, ketika aku acuhkan sapa’an dia, jujur saat itu adalah hal terbodoh
yang aku lakukan. Sudah berapa lama aku harapkan sapa’an itu tapi saat itu tiba
hanya aku abaikan begitu saja. Apakah kamu marah karena itu? Apakah kamu
kecewa? Aku minta maaf kalau memang begitu. Sungguh aku tidak bermaksud begitu,
aku senang aku menyapaku setelah sekian lama kamu cueki aku, tapi aku terlalu
takut jika sapa’an itu tidak tertuju kepadaku jadi tak aku hiraukan. Namun, aku
minta maaf sudah membuatmu kecewa.
Sejak hari itu
sikapmu semakin berubah, semakin menjauhiku. Tahukah kamu aku sedih, menyesal
dan terpuruk. Aku coba minta maaf tapi kamu bilang tidak ada yang salah. Namun,
sikap kamu itu menunjukkan aku salah. Aku minta maaf, sungguh aku minta maaf.
Kamu semakin
berubah, semakin sering keluar dengan teman-temanmu dan semakin mempunyai
banyak teman cewek. Aku sakit hati, tapi aku sadar aku bukan siapa-siapa bahkan
temanmu pun bukan. Aku hanya seseorang yang dulu mungkin sempat kamu kenal.
Kamu dekat dengan
salah satu teman sekelasmu, dia cantik jauh dariku. Mungkin kamu lebih pantas
bersamanya, aku coba lupakan kamu, tapi aku tidak bisa.
Suatu saat itu aku
coba ungkapkan rasa ini ya kalau aku menyukaimu dan aku sudah tidak peduli apa
jawabanmu.
Aku mulai
mengungkapkan semuanya, rasa yang ada dihati yang telah lama aku pendam. Namun,
balasanmu singkat ‘iya, ga papa’’. Seketika aku mulai lemas dan lunglai
membacanya, semakin terpuruk rasanya tapi ya memang harus aku terima karena
itulah kenyataannya. HARUS DITERIMA.
Seharusnya dari
dulu aku sadar kalau kamu tidak mungkin membalas cintaku dan semestinya aku
tidak boleh menyukaimu dan mengharapkanmu saja aku tidak boleh. Mungkin aku
yang terlalu bodoh salah mengartikan kebaikanmu dulu, aku yang salah.MAAF.
Andai aku tau akan
begini tidak mungkin aku menyukaimu terlalu sangat dalam. Harusnya dari dulu
aku kubur rasa ini. Semua sudah terlambat untuk aku sesali karena rasa ini
sudah terlalu dalam untukmu. Aku menyukaimu dengan setulus hatiku, tapi sebesar
apapun rasa sukaku ini, kamu tidak akan pernah mencoba memahaminya bahkan
sekedar ingin mengetahuinya saja kamu tidak akan.
Begitu bodohnya aku
mengharapkanmu, tapi aku sama sekali tidak menyesal pernah mengenalmu, sempat
berteman denganmu dan tertawa bersamamu walau hanya sebentar, tapi apakah kamu
tau aku tidak pernah melupakan semua tentangmu. Aku selalu ingat ketika pertama
kali kita ngobrol, pertama kali kamu menyakan mengapa aku minta no hp kamu, dan
jujur aku masih ingat saat kamu bilang aku ini teman kamu. MAKASIH.
Sekarang rasa ini
masih ada, tapi tidak sebesar dulu. Aku masih menyukaimu tapi tidak sedalam
dulu. Tidak seperti dulu, karena aku sadar sebagaimanapun aku menyukaimu, kamu
tidak akan pernah membalasnya bahkan berpikir untuk membalasnya saja kamu tidak
mungkin.
Tapi satu yang aku
ingin kamu tau, aku bersyukur pernah mengenalmu dan terima kasih pernah
menganggap aku sebagai temanmu. Sekali lagi TERIMA KASIH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar